Dihubungkan - Jika Sah Shalat Sendirian, Apakah Sah bila diIkuti untuk Jadi Imam - Kaedah fikih sangat membantu kita dalam memecahkan suatu permasalahan karena kaedah ini diturunkan dari dalil. Kaedah yang kita kaji kali ini berkaitan dengan permasalahan shalat jama’ah, yaitu siapa yang sah shalatnya ketika sendirian, maka shalatnya sah ketika menjadi imam.
Ini adalah suatu kaedah yang disebutkan oleh Syaikh Al ‘Allamah Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah dalam Syarhul Mumthi’. Kaedahnya adalah,
كل من صحت صلاته صحت إمامته
“Setiap orang yang sah shalatnya (ketika sendirian), maka sah shalatnya ketika menjadi imam” (Syarhul Mumthi’, 4: 217, 227, 236, dan 238).
Maksud kaedah adalah setiap orang yang sah shalatnya ketika sendirian, maka sah shalatnya ketika menjadi imam dan diikuti oleh yang lain, begitu pula ketika makmum tidak mengetahui kondisi imam karena tidak ada dalil yang membedakan antara shalat sendiri dan ketika menjadi imam. Dan menjadi imam shalat merupakan masalah turunan dari masalah shalat ketika sendirian. Sehingga jika ada yang membedakan antara kedua keadaan ini, maka ia tidak tepat dalam menetapkan perbedaan.
Sebaliknya, orang yang tidak sah shalat sendirian, maka tidak sah pula ia menjadi imam. Misalnya dalam kasus ini adalah shalatnya orang kafir, murtad, majnun (orang gila) dan semacamnya.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata dalam Al Mukhtarot Al Jaliyyah, “Maka diketahui bahwa pendapat yang tepat adalah jika imam telah memenuhi kewajiban shalat, maka shalat yang ia pimpin sah. Jadi bisa dikatakan, “Siapa yang sah ketika shalat sendirian, maka sah jika menjadi imam. Namun tidak sebaliknya.” Karena bisa jadi keimamannya sah, namun shalat tidak sah. Seperti misalnya orang yang tidak mengetahui jika ia berhadats. Dari sini dapat disimpulkan bahwa masalah keimaman itu lebih ringan dari masalah kesahan shalat. Wallahu a’lam.”
Demikian pembahasan kita kali ini. Moga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Allahumma inna nas-aluka ‘ilman naafi’a. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Referensi:
Al Qowa’id wadh Dhowabith Al Fiqhiyyah ‘inda Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Penyusun: Syaikh Turkiy bin ‘Abdullah bin Sholih Al Mayman, terbitan Maktabah Ar Rusyd, cetakan pertama, 1430 H, 2: 714-715.
---
@ Maktab Jaliyat Batha’, Riyadh-KSA, 19 Rabi’ul Awwal 1434 H
Sumber: www.rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar